top of page
Writer's pictureGabriela Anastasia

Backpacker ke Sumba, Explore Sumba Barat (Part 1)


"No Plan is the best Plan!"



Hello Creations!


Sumba, Nusa Tenggara Timur (NTT) adalah salah satu bucket list saya setelah Labuan Bajo, Flores (NTT). Namun untuk kali ini, saya memutuskan untuk pergi tanpa menggunakan travel package ataupun open trip program dengan beberapa pertimbangan, salah satunya karena saya dan sahabat saya tidak terlalu suka berwisata dengan berkelompok, apalagi bersama orang-orang yang baru kami kenal dan juga kami cenderung lebih suka untuk backpacker mengurangi kerempongan membawa koper.



Baiklah kali ini saya mau share pengalaman Backpacker ke Sumba, Explore Sumba Barat (Part 1).



Setelah kurang lebih 5 bulan saya dan sahabat saya menabung dan mengatur itinerary petualangan kami, tibalah saatnya kami berdua berpetualang!


Agar dapat ke Sumba kami harus transit di bandara Ngurah Rai Denpasar Bali terlebih dahulu oleh karena itu akhirnya kami pun memutuskan untuk mengambil waktu pribadi di Ubud Bali terlebih dahulu sehari sebelum kami berangkat ke Sumba.


Oke ayo kita mulai ceritanya..


2 Juni 2019...


Hari ke 1


Kami tiba di Bandara Tambolaka Sumba Barat pada sore hari. Hari itu aku merasa lebih hidup dari sebelumnya. Meski bandaranya kecil dan perjalanan dengan pesawat pun sedikit menyeramkan akibat cuaca yang kurang baik, namun seakan semuanya hilang ketika tiba di bandara.


Yap! petualangan pun dimulai!



Kami memang tidak memiliki plan yang sangat matang saat itu.


Kenapa?


Yaa... karena kami ingin mendapatkan pengalaman yang tak terlupakan. Bagi kami, kurang seru kalo semua sudah di rencanakan dengan matang.


"NO PLAN IS THE BEST PLAN!" begitulah quote kami untuk liburan kali ini.


Setelah kami mengambil barang yang disimpan di bagasi pesawat, kami keluar untuk mencari transportasi menuju ke hotel. Masyarakat Sumba (khususnya sumba barat) sedikit berbeda dari Sumba Timur, jadi kami harus lebih pintar dalam berkomunikasi dengan mereka. Saat itu mereka berebut untuk menawarkan transportasi dengan mematok harga yang cukup mahal. Saya pribadi, bukan orang yang pintar untuk tawar menawar, jadi saat itu saya serahkan hal itu kepada sahabat saya.


Setelah tawar menawar kami akhirnya diantar dengan mobil innova menuju hotel yang kira-kira hanya berjarak 2.5 KM dengan waktu perjalanan 5 menit, dengan harga Rp 50.000 sekali jalan.


Sangat wow sekali bukan harganya?!


Ketika kami tiba di Hotel Sinar Tambolaka, pelayanan dari para karyawannya cukup baik meski inisiatif untuk mengantar kami masih kurang. Selesai membereskan barang, kami pun mencoba untuk mencari makan malam, daaann sudah bisa ditebak Sumba Barat tidak cocok untuk dijadikan tempat kuliner malam hari!


Sudah tutup guys!



Akhirnya kami pun memutuskan untuk pesan dari hotel saja sambil kami mencari rental motor, karena awalnya kami ingin traveling menggunakan motor.

Namun kenyataannya berbeda! Di Sumba sangat jarang orang yang menyewakan motor untuk wisatawan. Dengan berat hati kami pun memutuskan untuk menyewa mobil dan supirnya dengan harga Rp 2,4 juta/4 hari dari sumba barat ke sumba timur.


Hari ke 2



Pagi hari di hotel, seperti manusia pada umumnya kami breakfast. Makanan di hotel sangat sederhana tapi suasananya yang luar biasa. Setelah breakfast, kami memesan makanan tambahan dari hotel untuk bekal makan siang kemudian barulah kami ketemu dengan bapak supir yang akan mengantar kami dalam 4 hari kedepan. Bapak supirnya super baik banget, Tuhan memang selalu menyediakan yang terbaik sih!


Sepanjang jalan di sumba barat, kami melihat begitu banyak rumah adat masyarakat sumba yang di depan rumah biasanya terdapat kuburan keluarga yang terbuat dari batu. Jalanan sumba barat pun cukup sepi, sangat jarang melihat kendaraan wisatawan pada saat itu, masyarakat sumba barat pun jarang ada yang memiliki kendaraan khususnya diluar dari daerah pusat kota seperti Tambolaka.



Pantai Pero, Sumba Barat



Destinasi pertama kami yang sesungguhnya tidak ada dalam itinerary kami adalah Pantai Pero. Pemandangan pantainya sangat luas. Pantai ini sering dipakai untuk tempat parkir para nelayan.




Kebanyakan spot di pantai ini tidak dapat dijadikan spot berenang karena ombaknya yang cukup deras dan juga dengan bibir pantai yang penuh dengan karang hitam yang tajam, meskipun ada beberapa spot yang bisa dijadikan tempat berenang, namun akses untuk pergi ke lokasi itu agak sulit.



Ratenggaro, Sumba Barat





Setelah itu kami mengunjungi kampung adat yang sering dijadikan tempat wisata di Sumba.

Di kampung adat terdapat beberapa keluarga yang tinggal di masing-masing rumahnya.

Seperti biasa, Sumba terkenal anak-anak kecilnya. Kami bertemu dengan mereka dan berbagi makanan ringan dengan mereka dan masuk ke salah satu rumah yang ada di bagian tengah untuk melihat isi dari rumah tersebut, serta bercakap dengan sang tuan rumah yang ramah dan senang tersenyum sambil mengunyah sirih.




Rumah adat Sumba terasa sangat dingin meskipun diluar rumah matahari menyinari sangat terik. Hal itu disebakan oleh konstruksi rumah bagian tengah yang memiliki atap runcing dan menjulang tinggi keatas. Di bagian tengah rumah ada tungku masak, dikelilingi oleh tempat tidur para anggota keluarga. Dibawah rumah ini biasanya hidup para hewan ternak dari pihak keluarga.









Pemandangannya keren banget, namun sayangnya kami tidak bisa menerbangkan drone kami karena angin saat itu sangat kencang. Jadinya kami hanya bisa mengambil gambar dari kamera saja.













Setelah itu, kami turun ke daerah pantainya. Di daerah pantai juga terdapat anak-anak dan remaja dari kampung. Saya sempat ngobrol dengan mereka tentang bagaimana mencari pekerjaan di ibukota. Saat itu yang membuat saya kaget adalah, awalnya saya hanya ngobrol dengan satu orang, namun tiba-tiba sudah ada beberapa orang yang ikut ngobrol dan mereka semua membawa parang. Orang-orang di sumba sangat sering membawa parang. Karena pada dasarnya pekerjaan mereka adalah petani.








Tanjung Radar/Mareha, Sumba Barat




Matahari siang semakin terik saat itu, kami pun memutuskan untuk pergi ke Tanjung Radar untuk berteduh di bawah pepohonan samping tebing.



Dari Tanjung Radar saya bisa melihat 2 pantai yang berbeda di sebelah kiri dan kanan.

Sebelah kanan ada Pantai Mbawana dan kiri ada Pantai Watu Malandong.


Sambil menunggu kami sesekali bermain dan berfoto dengan anak-anak Sumba yang saat itu sedang ada di Tanjung Radar.








Pantai Mbawana, Sumba Barat



Ketika hari sudah sore, kami bergegas untuk pergi ke Pantai Mbawana. Di pantai ini terdapat beberapa orang lokal yang berjaga. Kami harus membayar sejumlah uang untuk dapat parkir dan memasuki tempat wisata.





Akses menuju tempat pantai, kami harus tracking dan menuruni tebing bebatuan, namun tracking ini tidak sesulit tracking di Pantai Kelingking Nusa Penida. Hanya saja untuk orang tua yang sedikit sulit untuk berjalan memang tidak dianjurkan.




Hari itu wisatawan tidak terlalu ramai, jadinya kami bisa menikmati suasana dengan tenang.








Pantai ini merupakan lokasi yang saya tekatkan untuk kunjungi dan akhirnya... kesampeaan juga!



I was incredibly happy at that day..






kami menghabiskan waktu hingga matahari terbenam di pantai dan kembali pulang ke hotel dengan perjalanan kurang lebih 2 jam saat itu.


Dengan matahari terbenam, cuaca yang cerah saya tutup cerita pengalaman Backpacker ke Sumba, Explore Sumba Barat (Part 1).



Photos taken by my phone & @katiehandkats

962 views0 comments

Comments


Comments

Share Your ThoughtsBe the first to write a comment.
bottom of page